Bisnis Syariah

Bisnis syariah adalah bisnis yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam yang tidak terdapat unsur riba di dalamnya. Riba sendiri dapat diartikan sebagai pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Ini dapat berupa bunga bank, pertukaran antarbarang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, dan lain-lain. Yang mana praktek seperti itu sangat dilarang dalam syariah islam. Salah satu dasar hukumnya adalah Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 275 : …padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.

Berbicara mengenai bisnis syariah jadi teringat akan krisis moneter (krismon) yang melanda negeri ini pada tahun 1997-1998 lalu. Betapa saat itu ekonomi negeri tercinta kita ini sangat terpuruk dan bahkan nilai tukar rupiah terhadap dolar pun merosot sangat tajam. Krisis mencapai puncaknya saat perpindahan kekuasaan dari soeharto ke Habibie. Di saat itu pemerintah dituntut bekerja ekstra keras untuk mengembalikan perekonomian indonesia yang gonjang-ganjing agar kembali normal.

Yang menjadi pertanyaan kita selanjutnya, mengapa negara ini bisa mengalami krisis moneter yang demikian parah, apakah penyebabnya? Pertanyaan ini bukanlah untuk menelisik siapa saja pihak yang pantas disalahkan atau dijadikan kambing hitam penyebab krismon 1997-1998. Tapi, seperti kata pepatah “experience is the best teacher”, pengalaman adalah guru terbaik. Mari kita jadikan kesalahan di masa lalu sebagai pembelajaran agar tidak mengulanginya kembali di masa mendatang dan dijadikan pijakan untuk meraih masa depan yang lebih baik.

Kalau kita melakukan pencarian di mesin pencari google dengan frasa kata kunci “penyebab krismon 1997″, maka akan banyak artikel yang mengulasnya dari berbagi sisi. Dan berdasarkan penelusuran yang saya lakukan, akhirnya setuju dengan pendapat J. Soedrajad Djiwandono bahwa penyebab krismon 1997-1998 adalah ikatakan campuran dari unsur-unsur eksternal dan domestik. Unsur eksternal diantaranya adalah adanya discruption di capital market yang bermula di Thailand. Nah itu, merambat hingga ke Indonesia, Korea, dan Malaysia. Sedangkan unsur domestik diantaranya adalah besarnya defisit neraca berjalan dan utang luar negeri, ditambah dengan lemahnya sistim perbankan nasional. Hal ini semakin diperparah dengan banyaknya praktek teknik mark up oleh oknum tertentu yang merugikan negara dalam jumlah besar, pendirian PT (Perseroan terbatas) tanpa modal, hanya secara fiktif dituliskan dalam akte pendirian tersebut, tetapi uangnya tidak ada yang kemudian menyebabkan terjadinya kredit macet pada bank-bank di Indonesia, penimbunan dollar oleh perseorangan, terjadi bencana seperti gagal panen padi di banyak tempat, dll.
Melihat berbagai fakta di atas (selain faktor bencana tentunya) mengenai penyebab krismon 1997-1998, maka dapat kita tarik garis kesimpulan bahwa penyebab krisis moneter sejatinya adalah akibat kita masih menerapkan sistem ekonomi berbasis riba yang berkiblat pada Amerika Serikat.

Bunga bank adalah praktek riba yang menjadi salah satu penyebab terjadinya krismon 1997-1998, bermula dari gencarnya pihak perbankan meningkatkan suku bunga tabungan kepada nasabah sampai sebesar 70 % untuk menarik perhatian calon nasabah. Pada saat yang bersamaan, pihak perbankan tidak berani untuk memberikan suku bunga pinjaman sebesar suku bunga tabungan yang diberikan. Suku bunga pinjaman yang diberikan bank kepada nasabah paling tinggi hanya 33%. Dan akhirnya terjadilah negative spread atau selisih negatif karena suku bunga tabungan lebih besar dari suku bunga pinjaman. Akibatnya, bank mengalami kesulitan likuiditas. Kondisi ini berdampak pada keadaan perekonomian Indonesia yang memburuk. Apalagi Indonesia saat itu mendapat pinjaman dana dari sebuah oraganisasi keuangan dunia yang mewajibkan Indonesia mengembalikan pinjaman yang diberikan dengan tambahan berupa bunga pinjaman.

Praktek riba lainnya yang sangat merugikan satu negara dan menguntungkan negara lain dewasa ini adalah pemakaian uang kertas (fiat money) sebagai alat tukar dalam bertransaksi, bukan dinar emas atau dirham perak yang jelas-jelas lebih memenuhi prinsip keadilan. Penggunaan fiat money sebagai alat tukar bertransaksi ini dapat tergolong riba karena terdapat pertukaran antarbarang dengan kadar atau takaran yang berbeda.

Dan juga sejatinya sangat merugikan salah satu pihak. Sebagai contoh, dunia menjadikan dolar amerika sebagai salah satu instrumen yang digunakan dalam sistem perdagangan internasional. Maka kapan pun amerika butuh berbagai komoditi dari negara lain, misalnya indonesia maka tinggal mencetak kertas yang dinamakan dollar sebagai alat tukar. Mereka bisa saja mencetak dollar sebanyak mungkin. Itu berarti semakin banyak amerika membeli komoditi dari indonesia menggunakan dollar sama artinya negara indonesia memberi pinjaman komoditi (piutang) seperti misalnya emas, gas alam, minyak bumi, karet, dll kepada amerika hanya dengan jaminan kertas yang tidak ada nilainya (dollar). Seperti itu. Karena sebaliknya mata uang indonesia, yaitu rupiah tak dapat ditukarkan dengan komoditi dari Amerika. Sungguh tidak adil, bukan ?

Sejarah pemakaian mata uang dollar sebagai mata uang utama dalam perdagangan dunia sendiri bermula setelah usai PD II, melalui pertemuan Bretton Woods dirancanglah sebuah sistem yang menjadikan mata uang dolar sebagai mata uang utama dalam perdagangan dunia dengan syarat dolar AS ini harus dikontrol dengan di-peg ke emas dan semua mata uang lainnya di-peg ke dolar AS. Amerika harus menjamin dolar setiap saat dapat ditukar dengan emas dengan rate yang ditetapkan 35 dolar AS per ounce. , sekaligus menjadikan World Bank, IMF sebagai pengendali sistem keuangan internasional. Namun, perjanjian Bretton Woods pada tahun 1971 kemudian dihapuskan Amerika Serikat secara sepihak dan memutuskan bahwa dolar Amerika tidak perlu lagi didukung oleh emas. Hal itu bermula karena amerika serikat sebagai pengendali system moneter di dunia, mulai mengalami inflasi karena penambahan jumlah uang beredar akibat banyak dibutuhkan untuk kebutuhan perang Vietnam. Sejak itulah dolar Amerika tidak bedanya dengan lembaran kertas biasa.

Sebenarnya, mengenai status haram atau halalnya pemakaian uang kertas sebagai alat tukar sendiri sudah lama menjadi menjadi bahan perdebatan. Dan berbagai pendapat dikemukakan oleh para ulama’. Tapi, para ulama periode terakhir ini dalam pertemuan mereka di Rabitah Alam Islam, Makkah Mukarramah telah ber-ijma’ bahwa kertas-kertas uang menduduki posisi emas dan perak dari segala sisi. Dan disebutkan dlm Fatawa Al-Lajnah Ad-Da`imah diketuai Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baz anggota Asy-Syaikh Abdurrazaq ‘Afifi Asy-Syaikh Abdullah Al-Ghudayyan Asy-Syaikh Abdullah bin Qu’ud sebagai berikut:

1. Terjadi dua jenis riba pada mata uang kertas sebagaimana yg terjadi pada emas dan perak.
2. Tidak boleh menjual satu jenis mata uang dgn jenis yg sama atau dgn jenis mata uang yg lain secara nasi`ah secara mutlak. Misal tdk boleh menjual 1 dolar dgn 5 real Saudi secara nasi`ah .
3. Tidak boleh menjual satu jenis mata uang dgn jenis yg sama secara fadhl baik secara tempo maupun serah terima di tempat. Misal tdk boleh menjual Rp. 1000 dgn Rp. 1.100.
4. Dibolehkan menjual satu jenis mata uang dgn jenis mata uang yg berbeda secara mutlak dgn syarat serah terima di tempat. Misal menjual 1 dolar dgn Rp. 10.000.
5. Wajib mengeluarkan zakat bila mencapai nishab dan satu haul. Nishab adl nishab perak.
6. Boleh dijadikan modal dlm syirkah atau sistem salam.
Wallahu a’lam bish-shawab.

Bisnis syariah adalah solusi bukan alternatif

Jika sudah mengetahui kebobrokan sitem ekonomi berbasis riba, mengapa kita tak segera berusaha untuk meninggalkan praktek yang sudah mengakar dan mendarah daging dalam kehidupan perekonomian negeri tersebut? Sudah saatnya indonesia menerapkan sistem ekonomi berbasis syariah. Dan kita bisa memulainya dari diri kita sendiri. Bisnis syariah adalah solusi bukannnya alternatif, apabila kita mengharapkan terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Bisnis yang jujur, berjiwa amanah, dan adil.
Mengutip pernyataan Ketua Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) KH Ma’ruf Amin, “Fakta sudah berbicara, bahwa sistem ekonomi konvensional yang selama ini diterapkan banyak negara di dunia, tidak hanya merugikan tetapi juga membahayakan umat manusia. Karena sistem ekonomi konvensional, yang diuntungkan hanyalah kelompok tertentu, bukan orang banyak.”

Pada tahun 1997-198 saat indonesia mengalami krisis moneter memang terbukti bahwa sistem ekonomi syariah memang mampu membawa ke arah perbaikan dan kesejahteraan di mana saat itu lembaga keuangan syariah di Indonesia, khususnya bank syariah, mampu bertahan dengan baik di saat bank-bank konvensional yang diandalkan menjadi roda ekonomi, mengalami masa sulit.

Lalu, bagaimana cara memulai menjalankan bisnis syariah? Yang terpenting dalam berbisnis kita harus menghindari unsur riba, korupsi, menyembunyikan cacat dari suatu barang /produk kepada calon pembeli, dan unsur haram lainnya. Jalankan bisnis anda secara jujur, berjiwa amanah, transparan dan adil. Posisikan semua pihak sebagai mitra kerja setara, bukan atasan bawahan. Ada Sharing Risk ada Sharing Profit (berbagi resiko dan berbagi keuntungan). Kerugian ataupun keuntungan adalah ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan yang telah ditetapkan bersama sebelumnya.

Sekian dulu artikel berjudul bisnis syariah ini saya tulis. Apabila ada yang berkenan melengkapi atau mengoreksi apabila terdapat kesalahan dari ulasan di atas dipersilahkan meninggalkan komentarnya demi kebaikan bersama. Salam !

0 Response to "Bisnis Syariah"

Posting Komentar